Arah Baru Ekonomi Indonesia di Tengah Perang Dagang

- 2 Oktober 2020, 02:44 WIB
Ilustrasi mata uang dollar.
Ilustrasi mata uang dollar. //PIXABAY

Menelisik lebih jauh, kita bisa melihat bahwa banyak proyek infrastruktur di Indonesia yang dibiayai oleh investor Tiongkok. Tahun 2018 pemerintah Indonesia menandatangani kerjasama dengan Tiongkok dalam belt road initiative dengan total nilai sebesar US$ 23,3 miliar. Nilai terebut tentu sangat fantastis ketika kita melihat bahwa resesi global semakin mengancam akibat perang dagang.

Perang Dagang dan Jalan Ketiga

Perang dagang antara Amerika dan Tiongkok jelas memberikan dampak besar terhadap perekonomian global. Tidak terkecuali dengan Indonesia yang mempunyai kerjasama dengan kedua negara.  

Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, pada tahun 2018 mengatakan bahwa, kurs rupiah sempat mencapai angka Rp15.187 dikarenakan semakin menguatnya dolar Amerika akibat dari perang dagang.

Indonesia juga tercatat pada tahun 2019 mengalami defisit perdagangan dengan total nilai US$ 1,95 miliar atau sebesar Rp27,23 triliun. Meski nilai tersebut tidak sebesar defisit perdagangan kuartal keempat tahun 2018 yang mencapai angka US$ 2,05 miliar. 

Hal itu perlu menjadi catatan karena nilai tersebut juga dipengaruhi oleh perdagangan Indonesia dengan Tiongkok yang selalu mengalami defisit di sektor nonmigas. Hingga Juli 2019, defisit neraca perdagangan Indonesia dengan Tiongkok dalam sektor nonmigas mencapai angka US$ 11.05 miliar.

Berdasarkan kondisi di atas, Indonesia perlu mencari jalan alternatif agar dapat menjaga stabilitas perekonomiannya dan tidak hanya didominasi oleh satu negara. Jalan alternatif tersebut dapat dilakukan dengan cara menjalin kerjasama dengan negara di kawasan lain seperti Timur Tengah. 

Negara di wilayah tersebut dapat dikatakan sebagai negara kaya dan mempunyai kapital kuat, sehingga mempunyai potensi besar untuk diajak kerjasama oleh pemerintah Indonesia.

Hasil laporan dari Kantor Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah dan OKI menjelaskan bahwa, terdapat negara di Kawasan Timur Tengah yang masuk dalam kategori High Income Countries, seperti, Bahrain, Kwait, Oman, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar yang GNI perkapita negara tersebut di atas US$ 13.000.

Dengan karakteristik negara di Kawasan Timur Tengah yang lebih menyukai pendekatan non-formal, maka Indonesia mempunyai potensi kuat untuk berhasil menjalin kerjasama dengan mereka. Terlebih Indonesia mempunyai sosok yang piawai dalam menjalin hubungan dengan negara di kawasan tersebut seperti Dr. Alwi Shihab.

Halaman:

Editor: Aly Reza


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x