Menulis Itu Melawan, Bung! (Mengenang 3 Tahun Wafatnya Jamal Kashoggi)

- 2 Oktober 2020, 03:30 WIB
Ilustrasi aktivitas menulis.
Ilustrasi aktivitas menulis. //Voltamax/PIXABAY

Rembang Bicara - Tanggal 2 Oktober 2018 silam, persis tiga tahun lalu, dunia digegerkan dengan pembunuhan brutal terhadap Jamal Kashoggi, seorang jurnalis senior asal Arab Saudi di kantor konsulat Saudi, Ankara, Turki.  Khasoggi datang ke kantor konsulat untuk keperluan mengurus dokumen guna melangsungkan perkawinan yang rencananya dilakukan sehari setelah kedatangannya di kantor konsulat.

Berbekal bukti rekaman audio, para analis menyatakan bahwa, sebelum tewas, Kashoggi mendapat siksaan fisik dan kemudian dibunuh dengan cara dimutilasi, yang untuk selanjutnya potongan-potongan tubuh Kashoggi dimasukkan ke dalam beberapa koper dan diterbangkan menuju Saudi. Kuat dugaan menyasar nama Pengeran Muhammad bin Salman sebagai dalang dari pembunuhan sadis jurnalis yang semasa hidupnya terkenal lantang menyuarakan kebenaran ini. (Meski sampai hari ini putera mahkota tersebut masih belum benar-benar terbukti terlibat).

Menarik untuk dikenang kembali, mengapa penguasa Saudi berbuat sedemikian sadis terhadap Kashoggi? Padahal bisa saja Pangeran Muhammad bin Salman menghabisi Kashoggi sebagaimana Putin meracun lawannya di Inggris.

Kekejaman Pangeran Muhammad bin Salman ini secara tegas memberikan pernyataan bahwa, selagi seseorang berkuasa, maka halal berbuat apa saja. Kemudian dipertegas lagi dengan fakta, di mana sikap brutal tersebut tidak menuai kecaman dari banyak pihak, mengingat Saudi yang menjalin hubungan baik dengan AS sebagai negara adikuasa. Secara eksplisit dapat kita ambil kesimpulan, bahwasanya kebenaran akan kalah dengan kepentingan, begitulah mimpi buruk yang membayangi jurnalisme kita dewasa ini

Baca Juga: Arah Baru Ekonomi Indonesia di Tengah Perang Dagang

Kematian Kashoggi secara tidak manusiawi ini memberikan gambaran kepada kita terkait kemerdekaan pers yang masih terus di-pressing oleh kepentingan penguasa. Kashoggi semasa hidupnya memang terkenal kritis terhadap pemerintahan Saudi. Pandangan dan sikapnya seringkali membuat panas kuping penguasa.

Namun dia juga merupakan sosok yang adil, dia selalu mengapresiasi  atas apa yang dirasanya benar secara moral. Misalnya adalah sikap apresiatifnya atas langkah Pangeran Muhammad bin Salman yang memberikan hak mengemudi bagi perempuan dan legalisasi atas berdirinya bioskop di negeri haram tersebut. Hemat saya, Kashoggi adalah seorang yang bekerja dengan landasan hati nurani, profesional, dan jujur.

Berkaca pada kasus pembunuhan Kashoggi yang sensasional ini, maka perlu digarisbawahi bahwa, profesi sebagai seorang jurnalis bagi penguasa yang tiran adalah ancaman serius dan harus dilumpuhkan. Hubungkan dengan problematika nasional, selama hampir 32 tahun lembaga pers kita dibungkam oleh rezim diktator. Media massa tidak ubahya boneka kepentingan yang harus patuh terhadap perintah rezim yang berkuasa.

Pembunuhan Kashoggi harusnya mampu membangkitkan kembali kesadaran insan pers khususnya di Indonesia, bahwa biar bagaimanapun kebenaran harus disampaikan, sekalipun nyawa menjadi harga yang harus dibayar.

Halaman:

Editor: Aly Reza


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah