Romantisme Dibalik Akurnya Cipayung Plus di Omnibus Law

- 12 Oktober 2020, 22:43 WIB
Cipayung Plus
Cipayung Plus /Riauterkini.com

Rembang Bicara - Cah, memang saat menghadapi musuh bersama atau common enemy tuh rata-rata semua kelompok siap untuk meminggirkan ego. Ya meski setelah itu berantem kembali, namun menurut mimin hal itu patut diapresiasi.

Selain karena nggak mudah menundukkan ego golongan, juga di mana-mana persatuan itu tampak romantis dan syahdu, cuy.

Apalagi kalau kelompok-kelompok yang bersatu tuh dulu pernah berada dalam satu keluarga dan mengalami peristiwa bombastis secara kompak.

Seperti apa yang dialami oleh Cipayung Plus nih. Kalian pasti menyimak kan dalam demonstrasi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja, Cipayung Plus sangat kompak di wilayah mana pun se Indonesia.

Mulai dari Cipayung pusat sampai daerah seperti Makassar bersatu padu menyatakan sikap penolakan. Organisasi bersama yang didirikan oleh lima organisasi utama, yakni Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) pada 1972 tersebut nggak main-main soal komitmen menggagalkan omnibus law ini, sobat.

Bahkan sudah sejak 2019, mereka menggawangi aksi serupa saat omnibus law masih berbentuk rancangan.

Waduh kok rasanya kayak mengulang romantisme saat era orde baru, ya. Hehehe.

Dulu kan mereka juga kompak melawan rezim yang menyebabkan lahirnya era reformasi toh. Sayangnya kekompakan mereka mulai memudar seiring banyaknya kepentingan sektoral yang harus mereka perjuangkan.

Ya ditambah juga gesekan ideologis sih, meski soal ideologi ini porsinya minim sekali. Upps.

Mimin jadi ingat dengan film Game of Thrones saat semua klan bersatu melawan White Walker, pasukan mayat hidup.

Para klan yang berkumpul di Winterfell secara heroik berhasil mengalahkan pasukan yang dipimpin oleh Night Walker tersebut. Tetapi bukan sukses itu yang pengen mimin sampaikan, namun bagaimana para klan tersebut kompak dan sepakat meminggirkan ego kekuasaan masing-masing.

Padahal saat itu hampir antara klan satu dengan klan lainnya berperang lho, gengs. Ada yang pengen dapat kekuasaan di pusat kerajaan; ada yang berperang karena rebutan tanah; dan ada emak-emak yang saling cekcok.

Ya meski akhirnya setelah peristiwa itu semuanya terlibat kembali dalam perseteruan antar satu dengan lainnya, tetap saja angkat topi buat para klan itu deh.

Nah mungkin memang itu yang sedang dirasakan oleh Cipayung Plus, saat memutuskan untuk bersatu padu menjegal omnibus law.

Tetapi saran mimin harus jaga kesehatan. Jangan sampai membahayakan satu sama lain di masa sulit seperti ini.

Kita lihat saja sih, apakah heroisme Cipayung Plus yang pernah berhasil menjewer kekuasaan Orde Baru itu benar-benar berfokus pada bidikan apa cuma sekadar reunion. Soalnya ada cara yang seharusnya lebih efektif dapat mereka lakukan.

Kalau para pembesar Cipayung Plus ini jelih, pasti paham deh apa yang mimin maksut. Lah wong lembaga lain juga sudah sering melakukannya. Upps.***

Editor: Achmad Choirul Furqon


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x