Beberapa pihak menduga bahwa malam tirakatan ini dimulai dari wilayah Yogyakarta dan sekitarnya sejak era Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Baca Juga: Sejarah Bubur Suro di Bulan Muharram, Ternyata Bersumber dari Kisah Nabi Nuh
Acara tirakatan biasanya dimulai pukul 19.00 WIB dengan dihadiri oleh para petinggi dan tokoh daerah tersebut.
Menurut Sri Sultan Hamengkubuwono X, tirakat sendiri pada hakikatnya adalah soal perenungan, untuk menjadi yang lebih baik lagi di kemudian hari.
“Introspeksi terhadap jati diri Bangsa Indonesia, apakah akan tetap konsisten menjadikan NKRI sebagai negara bangsa, serta Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa,” ujar Sultan dilansir dari jogjaprov.go.id.
Orang Jawa menyebutnya “nitik-laku”, yaitu menengok jejak sejarah pergulatan bangsa, mengkaji dan memotret perjuangan masa lalu dalam berbagai zaman, dan juga menyebutnya “napak-laku” berupa mengambil ketauladanan para pendiri bangsa.
Selain itu di malam tirakatan, masyarakat akan diajak melihat peristiwa sejarah yang telah terlewati sebagai “learning process” dan sumber inspirasi yang dapat mengangkat martabat bangsa.***