Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amal kebaikan yang dilakukan manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian, kata kunci dalam puasa adalah menahan atau mengendalikan. Puasa adalah madrasah bagi tiap individu untuk tidak hanya menahan diri dari makan dan minum, tapi juga mengendalikan diri dari segenap perilaku yang mubazir, keinginan-keinginan yang tidak penting, serta akhlak-akhlak tercela semacam tamak, angkuh, pamer, bohong, bangga diri, berfoya-foya, atau meremehkan orang lain.
Ibadah puasa Ramadhan merupakan wahana pendidikan rohani agar kita piawai menahan diri dari godaan dan kuasa nafsu jasmaniah dalam berbagai bentuknya. Dengan begitu, para mukmin yang berpuasa diharapkan dapat meraih derajat lebih tinggi sebagai orang yang bertakwa (muttaqin). Pertanyaannya adalah sejauh mana kualitas kita dalam ikhtiar “menahan” (al-imsâk) itu?
Jamaah shalat Jum’at hafidhakumullâh,
Kenyataan yang sering kita jumpai, hadirnya bulan puasa Ramadhan selalu berbanding lurus dengan tingkat konsumsi di berbagai sektor. Di bulan Ramadhan, persediaan makanan cenderung bertambah ketimbang hari biasanya, barang-barang dagangan pun kian laris, dan pusat-pusat perbelanjaan kita ramai diserbu orang. Tiba-tiba saja harga kebutuhan pokok di pasar ikut naik. Kondisi ini bahkan sudah berlangsung sejak sebelum memasuki awal bulan Ramadhan.
Selain sektor makanan dan minuman, peningkatan konsumsi juga terjadi pada “kebutuhan” sandang seperti baju koko, busana muslimah, sarung, mukena, peci dan seterusnya. Tradisi lebaran yang seolah menwajibkan warga Indonesia untuk tampil serba baru membuat kebutuhan belanja mereka berlipat ganda. Belum lagi, mudik yang mensyaratkan para pelakunya untuk memiliki kekayaan lebih, baik untuk kebutuhan transportasi maupun saat di kampung halaman.