Mengapa Israel Ingin Menduduki Palestina? Ini Penjelasan Sejarah Singkat Yahudi dan 'Bani Israil'

- 27 Mei 2021, 08:15 WIB
Bendera Israel
Bendera Israel / Pixabay/PublicDomainPictures //

Rembang Bicara – Ketegangan antara Palestina dan Israel kembali berlangsung terhitung sejak satu minggu sebelum Idul Fitri.

Sudah banyak korban yang berguguran dalam perang yang membawa juga doktrin ajaran nenek moyang keduanya.

Israel yang berpijak pada ajaran Yahudi serta doktrin sejarah Bani Israil begitu semangat menduduki Palestina.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Beberapa Alasan dan Cara Berjihad Membela Palestina Menurut Tuntunan Syariat

Segala cara pun ditempuh supaya dapat merebut kembali Kerajaan David-Solomo (Dawud-Sulaiman) yang berada di wilayah Palestina.

Sementara itu, Palestina pun tidak tinggal diam. Mereka meyakini bahwa jihad mempertahankan tanah air merupakan keharusan.

Terlebih tanah yang mereka pijak merupakan warisan suci dari peradaban Islam.

Menurut M. Kholid Syeirazi, pengurus Ikatan Sarjana NU (ISNU) dikutip dari Islam NU, Yahudi menyerobot Palestina atas dasar klaim bahwa mereka adalah pewaris sah.

Mencaplok Palestina bukan penjajahan, tetapi pemulihan hak. Selama ribuan tahun mereka terusir, dijajah dan ditindas oleh bangsa Asyur, Babilonia, Yunani, Romawi, dan Romawi Kristen.

Ketika kekuasaan Islam menjangkau Syam, Palestina ditundukkan oleh kaum Muslim pada 638 M.

Beberapa abad berikutnya, Yahudi Semit hidup di bawah kekuasaan dinasti-dinasti Islam: Umayyah, Abbasiyah, Seljuk, Fathimiyah, Mamluk, dan Turki Usmani.

Baca Juga: KALAH! Manchester United Gagal Angkat Trofi Liga Eropa Usai Dipermalukan Villareal

Dinasti Usmaniyah menguasai Palestina selama dua abad (1516-1917). Sebagian Yahudi bertahan di Palestina. Sebagian lain, yang militan, memilih pindah ke Eropa daripada hidup di bawah kekuasaan Islam.

Selama 200 tahun setelah penaklukan Islam, Yahudi migrasi massal.  Gelombang migrasi berikutnya terjadi di awal abad ke-15. Mereka tinggal dan menetap di Eropa Timur, sebagian di Eropa Tengah.

Jumlah mereka, di awal abad ke-20, mencapai delapan juta orang. Ini membuat orang Eropa cemas. Banyak mereka cakap dalam bisnis dan keuangan. Mereka mendominasi sektor-sektor okupansi strategis. Sentimen anti-Yahudi meluas. Ini dikenal sebagai sentimen anti-Semit.

Baca Juga: Peristiwa Hari Ini Kamis 27 Mei 2021 Matahari Tepat di Atas Kakbah, Segera Cek Arah Kiblat

Turki Usmani, yang menguasai Palestina, bersekutu dengan Jerman dalam Perang Dunia I (1914-1918). Orang-orang Yahudi, yang dipersekusi di Eropa Timur dan Tengah, berpikir tentang tanah air dan rumah politik bagi seluruh bangsa Yahudi.

Cita-cita mereka adalah nation-state bagi keturunan Israil. Mereka disebut Zionis. Zion adalah nama lain dari bukit Sion di Yerussalem. Zionis mengklaim sebagai pewaris sah tanah leluhur yang didirikan oleh King David (Nabi Dawud) di bukit Sion.

Dalam kecamuk perang, mereka melihat peluang. Meski sebagian besar masih tinggal di Jerman, mereka memilih memihak Inggris dan Perancis melawan Jerman. Di sisi lain, mereka mengincar Palestina, tanah yang diklaim sebagai tanah leluhur. Mereka berharap, kekalahan Jerman berarti kekalahan Turki Usmani. Artinya, Palestina lepas dari kontrol kekuasaan Islam.

Jerman memang kalah. Turki Usmani melepaskan kontrol atas Palestina.  Tahun 1917, Inggris dan Perancis meneken perjanjian Sykes-Picot. Isinya desain mengkavling wilayah-wilayah bekas Turki Usmani.

Rothschild, dedengkot komunitas Yahudi Inggris, melobi Menlu Inggris, Arthur James Balfour. Balfour setuju Yahudi punya national home.

Dia merilis pernyataan pada 2 November 1917. Ini dikenal dengan Deklarasi Balfour. Isinya, Inggris setuju Palestina menjadi national home bagi bangsa Yahudi, asal tidak mengganggu hak warga non-Yahudi yang tinggal di Palestina.

Baca Juga: Mulai Ditinggal Pemirsa Setia, Rating Ikatan Cinta Mulai Dipepet Badai Pasti Berlalu

Dengan jaminan Inggris, warga Yahudi Eropa mulai hijrah ke Palestina. Dilaporkan, jumlahnya mencapai 90.000 sepanjang periode 1919-1926. Dengan uangnya yang banyak, agen-agen Zionis memborong tanah di Palestina, yang diperoleh dengan jual-beli dari para tuan tanah Arab.

Ini pelajaran bagi semua. Soal tanah, jangan hanya berpikir soal duit. Ini terjadi di Palestina. Yahudi masuk pertama kali secara ‘legal’. Mereka beli tanah dari para bohir. Setelah kuat, tanah-tanah mereka kuasai, mereka memproklamasikan kemerdekaan pada 1948.

Mereka mulai mengambil tanah dengan cara paksa. Dari minoritas, Yahudi menjadi mayoritas. Mereka mulai berbuat suka-suka.  Pada 1956, mereka mencaplok Semenanjung Sinai. Pada 1967, Israel dikeroyok negara-negara Arab dalam Perang Enam Hari.

Mereka menang telak. Israel merebut Yerussalem Timur dan Tepi Barat dari Yordania. Mereka mengambil Dataran Tinggi Golan dari Suriah.

Mereka merebut Jalur Gaza dan Semenanjung Sinai dari Mesir. Kini Israel makin eksis di saat para pemimpin Arab tidak kompak. ***

Editor: Ferhadz A. Muhammad


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah