Mengabadikan Sepak Bola (Resensi Buku 'Sepak Bola Tak Pernah Mati' Karya Miftakhul F.S.)

- 3 Oktober 2020, 00:48 WIB
Buku 'Sepak Bola Tak Pernah Mati' karya Mftakhul F.S.
Buku 'Sepak Bola Tak Pernah Mati' karya Mftakhul F.S. //Tokopedia

Ia menulis, “Dengan begitu, ingatan mereka tentang masjid adalah tentang hal-hal menyenangkan. Bukan tentang bentakan yang keras, apalagi kasar. Bukan pula tentang doktrin-doktrin yang terkadang menakutkan.” (Halaman 8). Makna yang terkandung dalam praktik tersebut adalah sepakbola bisa menjadi alat edukasi yang paling efektif dan efisien, sebab ia mampu mentransmisikan pesan ajaran secara halus dan berkesan.

Mengenai kelebihan ini, faktor penempaan dan pengalaman di dunia jurnalisme yang digeluti Miftakhul tentu memiliki peran signifikan.

Baca Juga: Sinau dari Lapangan Hijau: Melihat Gigi Tua Buffon

Selain berkontribusi pada tekstur tulisan, pengalaman Miftakhul yang acap kali bersentuhan langsung dengan para aktor sepak bola, baik dalam maupun luar lapangan, menjadikan data-data yang disuguhkan terjamin validitasnya. Kemudian data-data tersebut dianalisis menggunakan metode komparasi dengan cara menghadirkan dua potret yang saling berseberangan secara prinsip dan perilaku.

Sebagai contoh, dalam menjelaskan kemandekan pengelolaan kompetisi, Miftakhul mengawalinya dengan cerita saat bola tidak pernah berhenti menggelinding dari kaki ke kaki anak-anak kecil, tetapi di bawah meja federasi yang disimbolkan sebagai pengurus sepak bola negeri justru bola tergeletak kempes dan usang.

Atau saat ia dengan mudah menampilkan dua karakter yang kontras lewat cerita-cerita para legenda sepakbola nasional yang tetap mengabadikan cinta dan menebarkan ajaran luhur sepakbola kepada siapa saja sebagai antitesis terhadap perilaku pesepakbola sekarang yang beberapa di antaranya barbar dan tidak profesional.

Identitas Sepak Bola

Pada prinsipnya, buku yang menggunakan outline butiran lewat republishing articles ini memiliki satu topik utama, yakni identitas, persis seperti yang diusung dalam dua buku Miftakhul sebelumnya.

Alasan yang cukup kuat di balik konsistensi tersebut barangkali bisa ditemukan dalam salah satu diksi dalam buku ini, sebagai berikut: Sebab, di balik identitas itu ada sejarah, kebanggaan, dan juga cinta banyak orang (halaman 70).

Kalimat itu bisa diinterpretasikan ke dalam pemahaman, bahwa mengurus dan membincang sepakbola tidak bisa dilakukan tanpa kesadaran dan prinsip yang kuat. Justru saat sepak bola dianggap hanya sekadar pepesan tanpa nilai kognisi dan kehidupan, maka saat itu juga sepakbola sedang digiring menuju liang kematian.

Halaman:

Editor: Aly Reza


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x