Mengabadikan Sepak Bola (Resensi Buku 'Sepak Bola Tak Pernah Mati' Karya Miftakhul F.S.)

- 3 Oktober 2020, 00:48 WIB
Buku 'Sepak Bola Tak Pernah Mati' karya Mftakhul F.S.
Buku 'Sepak Bola Tak Pernah Mati' karya Mftakhul F.S. //Tokopedia

Baca Juga: Ratusan Orang Rembang Terkena Covid-19, Anggaran Penanganan Ditambah Rp13 Miliar

Bagi Miftakhul, biang kerok kondisi itu adalah krisis identitas yang melanda hampir seluruh pencinta sepak bola negeri, baik  pemerintah, federasi, pemilik dan pengurus klub, pemain, maupun suporter. Krisis identitas ini menjadikan adanya disorientasi terhadap nilai luhur dan niat baik di balik penyelenggaraan sepak bola nasional.

Bukti disorientasi itu kadang kala ada di dalam lapangan, seperti unfairplay dan kekerasan. Kadang pula di luar lapangan lewat praktik politis dan bisnis. Bahkan, para petinggi federasi pun lebih memilih untuk berbicara tentang politik, bisnis, dan uang receh daripada mengonsep regulasi tentang pembinaan kompetisi dan keselamatan bertanding sekaligus menonton (halaman 97).

Urusan sepakbola dengan demikian semakin teralienasi. Apabila tidak segera diatasi, sepak bola yang dahulu dimaksudkan sebagai alat pemersatu dan perjuangan akan beralih menjadi sapi perah yang darinya praktik korup dan intoleransi mengalir.

Hal inilah yang tampaknya menjadi kegelisahan Miftakhul. Oleh karenanya, ia pun segera mencari jalan keluar agar persepakbolaan nasional segera beranjak dari keterpurukan akibat ketidakprofesionalan.

Ia menulis, “Sebab, perjuangan paling berat mencintai sepakbola di negeri ini adalah menjaga akal sehat.” (Halaman 84). Dari pernyataannya, Miftakhul telah memberi tawaran solusi yang paling rasional untuk ditempuh oleh para pencinta sepakbola, yakni mengaktifkan kembali akal sehat dan orientasi agar persepakbolaan Indonesia memiliki identitas yang jelas dan membanggakan.

Sebagaimana Marcia (1993) menjelaskan, upaya meraih identitas tersebut dapat ditempuh melalui eksplorasi, yakni proses menimbang tujuan, nilai, dan kepercayaan sebagai pegangan diri, dan komitmen terhadap pegangan hidup yang sudah dipilih.

Khusus tentang komitmen, wajib kiranya memahami ilmu tentang sepakbola agar tidak semena-mena membuat regulasi yang justru merugikan kompetisi, seperti kelakar yang ditulis Miftakhul berjudul Liga Gojek (halaman 37).

Sebab, berkomitmen atau merawat segala sesuatu yang tidak berdasar ilmu akan berakhir runtuh. Konsekuensi dari tuntutan itu tentu saja tidak hanya menyasar pemerintah dan federasi, melainkan seluruh elemen pecinta sepakbola, tidak terkecuali suporter.

Kini sudah saatnya mengganti kualitas obrolan sepak bola dari yang semula hanya berkutat soal bursa kepengurusan PSSI berganti menjadi kajian tentang profesionalisme kompetisi, kapabilitas pengadil lapangan, kualitas pemain lokal, pendidikan suporter, dan regulasi lain yang memiliki bahasan vital.

Halaman:

Editor: Aly Reza


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x