Akhirnya orang-orang menyebut jajanan yang dibagikan si janda tersebut dengan nama rondo royal, yang artinya janda yang gemar berbagi.
Baca Juga: Pemulihan Ekonomi Melaju Naik, Khofifah Diapresiasi Bank Jatim
Ketiga, pemberian nama rondo royal tidak ada hubungannya sama sekali dengan janda.
Secara morfologi Jawa, asal kata rondo adalah 'rodo/rada' yang berarti agak. Dalam pengucapan masyarakat pesisir utara (Jepara-Rembang), kata 'rodo' tersebut berubah jadi 'rondo/rondok'.
Dengan begitu nama 'rondok royal' yang kemudian lebih mudah disebut dengan rondo royal artinya adalah agak mewah. Hal tersebut mungkin karena jajanan tersebut menjadi jajanan yang cukup mewah pada masanya.
Karena umumnya,= masyarakat Jawa tempo dulu cukup memakan singkong apa adanya. Kalau tidak direbus, ya paling-paling dibakar. Sementara rondo royal menawarkan singkong dengan sensasi berbeda; digoreng dengan tepung.
Kira-kira mana yang lebih masuk akal? Atau mungkin dulur-dulur punya pandangan lain?