Mengenal Kehidupan Sang Maestro Sunan Giri

12 Oktober 2020, 21:05 WIB
Sunan Giri /pastiaswaja.org

Rembang Bicara – Sunan Giri merupakan anak dari Maulana Ishaq dan Dewi Sekardadu, puti Raja Blambangan.

Sunan Giri mempunyai beberapa nama, yaitu Joko Samudra, Raden Ainul Yaqin, dan Raden Paku.

Sejak lahir, Sunan Giri tidak bersama ayahya. Hal ini dikarenakan ayahnya selalu diteror oleh pihak Kerajaan Blambangan yang tidak menyukainya. Kemudian, ayahnya hijrah ke Pasai untuk menyebarkan agama islam di sana.

Saat kelahiran Sunan Giri, Allah subhanahu wa ta’ala bersamaan menguji rakyat Blambangan dengan wabah penyakit. Bahkan bencana ini oleh Patih Bajul dianggap disebabkan oleh bayi titisan Maulana Ishaq.

Baca Juga: Dawuh Gus Baha Terkait Demonstrasi

Karena hal tersebut, Patih Bajul mengusulkan untuk menghanyutkan bayi Sunan Giri ke sungai agar tidak ada lagi bencana di Blambangan.

Akhirnya, bayi Sunan Giri benar-benat dihanyutkan ke sungai dan ditemukan oleh awak kapal yang bekerja kepada Nyai Ageng Pinatih. Ia adalah wanita dari Cambojo (Champa) yang ahli dalam ilmu sihir yang diperistri oleh patih Majapahit.

Ketika usianya menua, ia bertaubat dan kemudian memeluk agama islam bahkan menjadi sosok yang sangat religius. Ia semakin menekuni bisnisnya dan diangat menjadi pejabat syahbandar (kepala pelabuhan) di Gresik.

Menurut versi Kyai Abul Fadhal dalam Ahla al-Musamarah bahwa Nyai Gede Pinatih adalah putri dari Sayyid Raja Pandhita yang merupakan saudara dari Sunan Ampel, putra dari Ibrahim al-Samarkandi.

Hingga tua, Nyai Pinatih tidak memiliki anak. Sehingga bayi Sunan Giri diberikan kepadanya. Ia sangat bahagia. Dirawatlah bayi tersebut hingga dewasa dengan penuh kasih sayang. Sunan Giri kemudian dimasukkan ke pesantren Sunan Ampel.

Setelah terungkap bahwa Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq, Sunan Ampel menyuruhnya untuk menuntut ilmu ke Samudra Pasai yang bertujuan agar Sunan Giri berguru kepada ayahnya sendiri.

Alangkah bahagianya seorang ayah yang sudah lama berpisah dengan anaknya dapat dipertemukan kembali.

Baca Juga: Soal Kegiatan Pesantren di Masa Pandemi, Gus Yasin : Jangan Berhenti

Mulai sejak itu, Sunan Giri belajar berbagai disiplin ilmu agama dengan tekun langsung dengan ayahnya.

Setelah dari Samudra Pasai, Sunan Giri bersama dengan Sunan Bonang sebenarnya ingin melanjutkan belajarnya ke Haramain, namun dilarang oleh Maulana Ishaq.

Hal ini disebabkan karena Maulana Ishaq menilai bahwa kehadiran mereka di Tanah Jawa sudah dinanti-nantikan. Akhirnya, Sunan Giri dan Sunan Bonang mengurungkan niatnya untuk belajar ke Haramain.

Sebelum kembali ke Jawa, Maulana Ishaq memberi kenang-kenangan kepada Sunan Giri dan Sunan Bonang sebuah baju panjang sekaligus memberikan gelar Prabu Satmata dan Prabu Anyak Kraswati (untuk Sunan Bonang).

Mulana Ishaq juga berpesan kepada keduanya untuk mendirikan masjid dan pesantren di Jawa.

Akhirnya, Sunan Giri mendirikan pesantren dan masjid di derah Giri, yang banyak dikenal sebagai Giri Kedhaton.

Dimulai dari pesantren inilah agama islam mulai tersebar di Jawa hingga ke NTB, Sumatera, Maluku, dan Sulawesi.

Karena kealimannya, Sunan Giri kemudian diangkat menjadi pemimpin Walisongo pasca wafatnya Sunan Ampel. Ini disimbolkan dengan diberinya keris dari Sunan Ampel kepada Sunan Giri yang sebelumnya didapat dari raja Majapahit.

Untuk urusan rumah tangga, Sunan Giri menikah dengan putri Sunan Ampel, yaitu Dewi Masyitah. Mereka dikaruniai empat orang anak, yaitu Raden Perabu, Raden Misani, Raden Gowa, dan Dewi Ratnawati.***

Editor: Dian Fitriyani

Terkini

Terpopuler