Masuk Bulan Kelahiran Nabi, Ini Pendapat Gus Baha Soal Perayaan Maulid

17 Oktober 2020, 20:29 WIB
KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gus Baha. //dok. nu.or.id

Rembang Bicara – Bulan Rabiul Awal dikenal memiliki keistimewaan yang sangat besar. Karena di bulan itu lahir kekasih Allah yang dijuluki ‘pemimpin para nabi dan rasul’, Nabi Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib.

Pada tahun ini, bulan Rabiul Awal jatuh di hari Minggu, 18 Oktober 2020. Namun sesuai perhitungan hijriyah, di mana pergantian hari dihitung sejak malam, maka Sabtu Malam ini, 17 Oktober 2020, sebenarnya kita sudah memasuki bulan ketiga dalam kalender Hijriyah tersebut.

Di beberapa daerah di Indonesia, terutama Jawa, sejak awal masuk bulan Rabiul Awal berlangsung perayaan ‘maulid’ sebagai tanda suka cita menyambut kelahiran Nabi Muhammad.

Biasanya dalam momen tersebut, mereka berkumpul sembari membaca kitab-kitab berisi kisah sejarah perjalanan hidup Nabi Muhammad, seperti al-Barzanji, ad-Diba’i, Simtud Dhuror, dan Burdah.

Baca Juga: Dawuh Gus Baha Terkait Demonstrasi

Lalu saat memasuki tanggal 12 Rabiul Awal, sebagai tanggal kelahiran Nabi, mereka menggelar peringatan yang jauh lebih besar. Tidak jarang para pejabat, aparat, dan tokoh masyarakat ikut patungan (iuran) membiayai ritual puja-puji kepada Nabi Muhammad itu.

Polemik muncul saat ritual seperti itu dianggap tidak benar oleh beberapa golongan. Sehingga timbul ketegangan antara satu aliran keagamaan dengan lainnya.

Menyikapi hal tersebut, KH. Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha dalam suatu kesempatan menjelaskan, bahwa tidak perlu masyarakat saling klaim kebenaran soal hukum perayaan maulid.

Baca Juga: Supaya Melawan Kezaliman Tidak Malah Menimbulkan Kezaliman Baru, Ini Dawuh Imam Ghazali

Selama ditujukan sebagai bukti kecintaan terhadap Baginda Nabi Muhammad, maka perayaan model apa pun, mau ramai-ramai atau tidak, tidaklah menjadi soal.

“Bagi saya, terserah caranya masing-masing. Yang penting membutikan bahwa ada cinta. Kalau urusan cara menghormati ini subyektif. Cara itu subyektif.

Orang punya caranya masing-masing,” ucap kiai asal Kragan-Rembang itu sebagaimana terdapat dalam video yang diungguh akun Facebook Ngaji Tasawuf pada 9 November 2019 lalu.

Baca Juga: Dawuh KH Ahmad Ishomuddin dalam Acara LBM PBNU Mengenai Hukum Vaksin Covid-19

Tidak ketinggalan, Gus Baha juga memberikan alasan menarik kenapa kita perlu bergembira atas kelahiran Nabi. Sebab dari nama Beliau yang memiliki arti “Orang yang terpuji” saja sudah menggambarkan betapa kita perlu bergembira.

“Bagaimanapun, kelahiran nabi adalah pertanda baik. Masak tidak disambut?,” tandas Rais Syuriah PBNU tersebut.***

Editor: Ferhadz A. Muhammad

Tags

Terkini

Terpopuler