RUU Cipta Kerja Bikin Keuangan Negara Cilaka

- 4 Oktober 2020, 23:26 WIB
Salah satu tuntutan massa aksi dalam demo menolak Omnibus Law Cipta Kerja
Salah satu tuntutan massa aksi dalam demo menolak Omnibus Law Cipta Kerja /antara/inilahkoran.com

Rembang Bicara – Baru saja ketokan palu menandai kesepakatan yang dilakukan antara Pemerintah bersama dengan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI terkait substansi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU CK).

Kesepakatan yang dicapai melalui Rapat Kerja Badan Legislasi DPR RI dengan Pemerintah ini dimaksudkan untuk mengambil keputusan terhadap Pembicaraan Tingkat I RUU CK. Setelah ini RUU CK akan dibawa menuju Rapat Paripurna untuk pengambilan keputusan dan mendapatkan pengesahan.

Menyikapi hal itu banyak sekali elemen masyarakat yang menyatakan keprihatinannya. Bahkan tagar #BatalkanOmnibuslaw dan #Tolakomnibuslaw ramai dicuwitkan oleh netizen di jagat twitter. Di dalam badan legislatif sendiri terdapat perbedaan sikap mengenai kesepakatan RUU CK ini. Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan dua fraksi yang lantang menyatakan keberatan.

Salah satu poin yang ditekankan untuk menjadi pertimbangan bersama adalah soal Jaminan Kelangsungan Pekerja (JKP). Sebagai bahan wacana, JKP ini merupakan jaminan asuransi untuk kelangsungan pekerja yang khusus diajukan Pemerintah dalam RUU Cipta Kerja, yang preminya dibayar dari APBN serta mengoptimalkan dana BPJS ketenagakerjaan.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Anggota Panja RUU Cipta Kerja dari Fraksi PKS, Mulyanto, keberadaan JKP justru akan membuat keuangan negara terbebani oleh kewajiban memberi pesangon. Oleh karenanya, PKS dengan tegas menolak JKP dalam Omnibus Law RUU CK yang saat ini sudah memasuki tahap akhir untuk dibawa ke Sidang Paripurna.

Lebih lanjut Mulyanto menyebut, aturan soal JKP ini memang jelas memberi keuntungan besar bagi pengusaha, tetapi juga berdampak pada beban yang harus dipikul oleh keuangan negara.

"JKP berpeluang mempersulit pekerja dalam mendapatkan pesangon yang layak sebagaimana yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan," kata Mulyanto, Selasa (29/9/2020).

Dalam skema ini, pekerja yang terkena PHK akan tetap mendapat pesangon 32 kali gaji, sama dengan ketentuan yang berlaku dalam UU Ketenagakerjaan yang berlaku sekarang. Dari 32 kali gaji tersebut, pemberi kerja mendapat keuntungan sebab program JHK ini memberi subsidi sebanyak sembilan kali gaji kepada pemberi kerja. Itu berarti sisi kemanfaatan dalam program ini tidak memberi dampak yang berarti.

"JKP hanya bermanfaat bagi pihak pengusaha karena akan mendapat subsidi pesangon untuk pekerja yang di-PHK sebanyak sembilan kali gaji. Dengan JKP ini pengusaha cukup membayar 23 kali gaji," tuturnya.

Halaman:

Editor: Ferhadz A. Muhammad

Sumber: RRI


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x