Rembang Bicara – Berikut informasi mengenai penjelasan dari Buya Yahya soal hukum menggelar syukuran empat bulan dan tujuh bulan usia kehamilan.
Dalam tradisi umat Islam di Jawa dan sekitarnya, terdapat salah satu tradisi yang dinamakan ‘mapati’ untuk menyebut tasyakuran usia empat bulan kehamilan.
Selain itu juga ada tradisi ‘mitoni’ untuk menyebut tasyakuran kehamilan yang menginjak usia tujuh bulan.
Masyarakat pun ingin mengetahui tentang bagaimana Islam memandang tradisi tersebut. Pada kesempatan kali ini rembangbicara.com akan menyampaikan kutipan dari Buya Yahya terkait hukum ‘mapati’ dan ‘mitoni’.
Dilansir dari video yang diunggah di YouTube Al-Bahjah TV pada 16 Desember 2018 Buya Yahya menegaskan bahwa tasyakuran di usia empat dan tujuh bulan kehamilan diperbolehkan.
“Bagaimana hukumnya mengadakan acara itu? Kalau acaranya maknanya adalah syukuran sah dan masuk akal," ujar Buya Yahya.
Bila syukuran, maka acara akan dikemas sesuai dengan ajaran Islam, seperti doa, membaca dzikir, dan lain-lain.
"Kalau sudah 4 bulan itu sudah ditiupkan ruh, makanya sangat pantas kalau seandainya seorang bapak punya istri hamil 4 bulan berarti (calon bayi) sudah hidup," ungkap Buya Yahya.
"Kemudian setelah itu 7 bulan, 6 naik ke 7, kenapa? Paling sedikitnya kehamilan itu umurnya 6 bulan, jadi kalau sudah 7 bulan bayi itu dikeluarkan dari perut sudah bisa," lanjut Buya Yahya.
Sebaliknya, apabila acara tersebut diisi dengan hal-hal yang dicela menurut syariat, seperti pesta yang keluar dari koridor Islam, maka tidak diperbolehkan (acaranya).
Terlepas dari itu, secara umum, hukum ‘mapati’ dan ‘mitoni’ pada dasarnya diperbolehkan bahkan dipandang baik menurut syariat Islam. Wallahu a’lam.***