Penanganan Covid-19 dan Omong Kosong Pengkultusan Elit Negara

- 23 Agustus 2021, 20:50 WIB
Jadwal dan lokasi vaksin Covid-19 di Surabaya, Gresik, dan Malang.
Jadwal dan lokasi vaksin Covid-19 di Surabaya, Gresik, dan Malang. /Unsplash/@3dparadise/

Rembang Bicara - Berbagai jenis vaksin telah digunakan oleh pemerintah untuk menahan laju penyebaran Covid-19 di Indonesia. Berawal dari Sinovac hingga yang terbaru yaitu AstraZeneca telah diupayakan oleh pemerintah sebagai senjata ampuh. Upaya ini tentu dilakukan dalam upaya menciptakan kekebalan komunal atau Herd Immunity. Hal ini menjadi salah satu langkah konkrit pemerintah dalam penanganan Covid-19 dibanding beberapa langkah ceremonial sebelumnya.

Sebab, program vaksinasi sebelumnya yang telah diinisiasi oleh pemerintah sejak 13 Januari tahun lalu terkesan hanya menyuguhkan rasa aman semu. Pasalnya, proses vaksinasi yang telah dilakukan oleh Presiden Jokowi di Istana Presiden kemudian diikuti oleh Gubernur, Bupati dan Walikota terkesan tidak ada tindak lanjut. Sehingga yang menjadi pertanyaan adalah apakah langkah tersebut terbukti efektif dan diikuti oleh masyarakat di lapisan bawah? Jika faktanya tidak, lalu apa yang salah dari langkah tersebut?

Baca Juga: PPKM Diperpanjang hingga 30 Agustus, Inilah Lima Provinsi dengan Peningkatan Covid-19 Terbanyak

Distrust adalah Ancaman Nyata

Apabila diamati secara mendalam, pada dasarnya acara ceremonial yang hingga menghadirkan public figure seperti Raffi Ahmad hingga Ariel Noah dalam proses vaksinasi merupakan upaya pemerintah dalam membujuk masyarakat. Namun ternyata, pasca program vaksinasi tersebut terdengar bahwa tidak sedikit masyarakat yang melakukan penolakan terhadap proses vaksinasi. Salah satu alasannya yaitu masyarakat meragukan kemanjuran Sinovak sebagai vaksin atau banyak alasan yang dilontarkan masyarakat.

Fakta di lapangan ini menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh pejabat negara dan public figure seperti artis belum tentu diikuti oleh masyarakat dilapisan bawah. Bahkan tidak sedikit informasi yang disinformatif atau hoax tersebar secara massif di lingkup masyarakat. Seperti informasi yang mengatakan bahwa vaksin akan membuat orang mendadak jatuh sakit, vaksin akan membuat orang menjadi menjadi titan (manusia raksasa), bahkan vaksin dapat memberikan efek berupa memperbesar alat vital.

Baca Juga: BREAKING NEWS! TOK, Presiden Jokowi Perpanjang PPKM hingga 30 Agustus, Ini Alasannya

Munculnya fakta di atas sekaligus memperlihatkan bahwa terdapat jarak psikologis antara pemerintah dengan masyarakat. Secara tidak langsung hal tersebut juga memperlihatkan bahwa terdapat distrust antara masyarakat kepada pemerintah. Padahal kepercayaan publik merupakan salah satu bekal penting dalam menjalankan pemerintahan sebuah negara dan proses pembuatan kebijakan.
Hal ini diperparah dengan munculnya beberapa kebijakan yang cenderung represif dan kontra produktif. Pemerintah memberikan ancaman kepada mereka yang menolak vaksin dengan hukuman pidana. Padahal tindakan tersebut akan memberikan akibat berupa semakin tingginya antipati dan penolakan dari masyarakat.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Epidemolog Indonesia dari Griffith University Australia, Dicky Budiman yang menjelaskan bahwa pemaksaan tersebut bukanlah kebijakan yang efektif. Bahkan Ia juga memberikan bukti bahwa hingga saat ini tidak ada negara di dunia yang mewajibkan penduduknya untuk vaksin. Namun pendekatan edukasi dinilai lebih efektif dan dapat dilakukan.

Halaman:

Editor: Achmad Choirul Furqon


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x